COBAAN KELUARGA
Sekarang aku sudah besar, mulai mengerti apa itu hubungan cinta. Aku bukan lagi anak kecil yang tak tahu apa-apa karena aku sekarang SMP.
Dulu aku mempunyai keluarga yang harmonis tapi semenjak aku kelas IX SMP tepatnya bulan Desember, pandangan tentang keluarga harmonis lenyap. Hal itu dimulai sejak aku membuka handphone ibuku. Ketika itu kubuka menu pesan dan kutemukan sebuah sms (pesan pendek) yang telah dikirim oleh ibuku kepada seseorang yang isinya “Apakah kau masih mencintaiku?”, hatiku tersontak kaget membaca hal yang demikian. Kemudian adikku menghampiri dan dia juga membaca sms tersebut. Dia pun juga kaget sama halnya dengan ‘ku. Kami sangat tak menyangka kalau ibu yang kami sangat percaya ternyata....... Segera ku temui ibu dan ku tanya: “Apa maksud semua ini bu?”, dengan rasa gugup ibuku menjawab: “Ini bukan apa-apa, ini hanya becanda. Kamu jangan bilang ayah ya!”. Aku menjawab: “Lalu kenapa ibu takut? Ya sudah aku mau, tapi ibu berhenti untuk menghubungi orang itu!” tegasku.
Persyaratanku ternyata diabaikan oleh ibu. Adikku menemukan sms yang ditujukkan pada orang asing itu. Ibuku sekarang menjadi berubah 180, ibu munjadi berangkat pagi dan pulang sore. Ternyata ibu sering ditelpon dan disms oleh orang asing yang ternyata dia adalah teman lama ibuku yang sekarang tinggal di Jakarta. Adikku saking bencinya dengan laki-laki itu, dia mengirim sms yang kasar kepada laki-laki itu: “Dasar anjing, babi kamu ya. Perusak hubungan rumahtangga orang lain. Ketika adikku mengirim sms itu, dia kepergok ayah. Ayah pun langsung mengambil handphone dari tangan adikku. Ayahku langsung memarahi adikku : “ Kenapa kamu mengirimkan sms ini? Sms ini sangat tidak sopan, apa kamu tidak pernah diajari oleh gurumu?” sentak ayahku. Karena addikku sudah tak kuat menyembunyikan semuanya dari ayahku, dia pun menceritakannya. Ayahku sangat bijaksana, sekalipun dia telah dihianati tapi dia tetap mencoba untuk bicara dengan ibuku dengan kepala dingin. Ibu memang telah terperdaya oleh nafsunya. Ibu asyik berhubungan dengan mantan pacar SMAnya. Entah mengapa ibukku kembali ke masa ABGnya. Ibu tak berpikir panjang padahal dia telah menikah dan mempunyai anak. Ibu tak berpikir, bagaimana dengan pernikahan yang telah dia jalani selama bertahun-tahun? Terus bagaimana dengan anak-anaknya kalau dia sampai berpisah dengan suaminya? Hal itu rasaya ingin ‘ku tegaskan kepada ibuku.
Setiap hari telingaku panas dan hatiku rasanya ingin menangis, mendengar kedua orang tuaku bertengkar. Ingin rasanya aku pergi jauh.
Ibuku ternyata tak jera walaupun ibu telah diperingatkan oleh ayahku. Ayahku tak bisa menolerensi lagi. Ayahku mencari cara lain untuk menyadarkan ibukku ayah menceritakan kepada mertuanya. Ibuku disuruh untuk bersumpah didepan ibunya sendiri kalau dia tidak akan menghubungi laki-laki itu. Setelah malam itu ayahku menyuruh ibu untuk mengganti nomor handphonenya.
Masalah itu agak reda, tapi ayahku selalu mengungkit-ngungkit masalah yang telah diperbuat oleh ibuku itu. Dan ketika itu juga ibuku pasti menangis.
Gara-gara ibu yang berbuat hal yang merusak keluarga itu, ayah melarang aku berpacaran. Ayah takut kalau aku besok meniru perilaku ibu. Kata ayah ibu berbuat seperti itu karena kebiasaan dulu berpacaran yang terbawa sampai ibu menikah.
Hari ini aku menjalani ujian untuk menghatamkan SMP yang telah kujalani selama tiga tahun, tapi kedua orang tuaku masih saja bertengkar “Ya Allah apa salahku? Mengapa keluargaku berubah seperti ini?” Disetiap doa aku berharap agar pertengkaran itu bisa berakhir sehingga aku bisa mengerjakan ujian dengan fokus.
Sekarang aku telah lulus dari SMP, ayah bertanya: ”Mau lanjut sekolah dimana?” Aku menjawab: ”Mau lanjut di PONPES aja yah.” Ayahku bertanya lagi: ”Apa alasanmu, kok igin ke PONPES? Bukannya dulu kamu pernah bilang nggak mau di PONPES?” Aku menjawab: ”Nggak apa-apa yah.” Padahal aku ingin ke PONPES karena aku ingin mencari ketenangan, dirumah aku tidak bisa mendapatkan itu. Akhirnya ayah mengabulkan permintaanku.
Sekarang aku tak tahu lagi apakah ayah dan ibu masih sering bertengkar atau tidak. Namun ketika aku pulang untuk merayakan lebaran, ibu menangis tak henti. Ayahku pasti mengungkit-ngungkit masalah itu lagi.
Gara-gara masalah itu aku di pondok menjadi pendiam. Aku takut kalau aku berbicara nanti temanku sakit hati dengan omonganku yang kasar karena aku telah terpengaruh oleh omongan orangtuaku yang berbicara kasar saat orang tuaku bertengkar. Aku sekarang tak punya teman berbeda jauh dengan ketika aku SMP. Mungkin karena aku jarang berkomunikasi dengan mereka.
Aku disini murung tak seceria ketika aku SMP dulu. Tak ada yang mengerti masalahku. Ku pendam dalam-dalam agar aib keluargaku tersimpan.
“Ya Allah berikanlah setitik kebahagiaan untukku. Berikanlah aku teman agar ada yang menghiburku saat aku sedih. Ya Allah jagalah perilakuku agar tak seburuk ibu.” Doaku setiap setelah sholat.